K
ehormatan dan kemuliaan yang sebenarnya adalah ketika hati kita bebas dari bergantung kepada selain Allah SWT. Perjuangan
kita untuk menjaga harga din dari meminta-minta kepada selain Allah
adalah bukti kemuliaan kita. Jiwa mandiri adalah kunci harga diri.
Segera
setelah berhijrah ke Madinah, Rasulullah SAW mempersaudarakan
orang-orang Anshar dara Muhajirin. Ada satu kisah menarik yang terjadi
ketika Rasulullah SAW mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa'ad
bin Rabi-orang paling kaya dari golongan Anshar.
Ketika
itu Sa'ad berkata kepada Abdurrahman: "Saudaraku, aku adalah penduduk
Madinah yang kaya raya, silakan pilih separuh hartaku dan ambillah! Dan
aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan mana yang lebih menarik
perhatian anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperistrinya.
Jawab
Abdurrahman bin 'Auf: "Semoga Allah memberkati anda, juga isteri dan
harta anda! Tunjukkanlah letaknya pasar agar aku dapat berniaga... ;!
Abdurrahman pergi ke pasar, lan berjualbelilah di sana.......
Hingga
suatu ketika Rasul menyapanya, "Bagaimana keadaanmu sekarang, wahai
Abdurrahman?" la pun menjawab, "Ya Rasulullah, saya sudah menikah dan
maharnya saya bayar dengan emas.
SAHABAT,
kita sangat layak untuk meneladani sikap yang ditunjukkan Abdurrahman
bin Auf di atas. Itulah kemandirian yang berakar dan terjaganya harga
diri. Sebuah sikap terpuji yang mulai hilang dalam kehidupan masyarakat
kita.
Sudah
nnenjadi keniscayaan, jika kita bersandar kepada selain Allah, pasti
kita akan takut kalau sandaran itu diambil orang. Tapi bila kita
bergantung kepada Allah SWT, maka tak ada sedikitpun keraguan dan
kecemasan yang akan menghampiri. Allah tidak akan mengabaikan orang yang bersungguh-sungguh berharap kepada-Nya. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan, "Apabila
seorang hamba-Ku mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan
mendekatinya dengan berlari. Apabila ia mendekati-Ku satu jengkal, maka
Aku akan mendekatinya satu hasta".
Jiwa
mandiri adalah kunci harga diri. Selain akan merdeka dalam hidupnya,
orang yang mandiri akan lebih rasa percaya diri, sehingga bisa melakukan
pekerjaan lebih banyak, ucapannya lebih bermakna, dan waktunya akan
lebih efektif. Karena itu, perjuangan kita untuk menjaga harga diri
dengan tidak meminta-minta kepada selain Allah adalah bukti kemuliaan
sejati.
Tapi kenapa ada orang yang begitu "tega" menggadaikan harga dirinya demi harta duniawi yang sedikit? Ataupun-dalam
skala luas-kenapa bangsa kita yang demikian kaya harus mengemis minta
bantuan negara lain? Jawabnya, kita terlalu menganggap topeng dunia
sebagai sumber harga din. Sebagian besar kita terlalu sibuk membangun
aksesoris duniawi, tanpa disertai kesibukan membangun harga din. Tak
mengherankan apabila ada orang yangjabatannya tinggi tapi perbuatannya
rendah. Atau ada yang hartanya banyak, tapi jiwanya miskin.
KITA
harus mulai bangkit menjadi manusia-manusia berjiwa mandiri. Ada
beberapa cara yang bisa kita lakukan. Pertama, tekadkan dalam diri untuk
menjadi orang yang mandiri. Dalam hidup yang hanya sekali ini, kita
harus terhormat dan jangan menjadi budak dari apapun selain Allah SWT.
Tekadkan terus untuk selalu menjaga kehormatan diri dan pantang menjadi
beban. Andai
pun hidup kita membebani orang lain, kita harus berusaha membalas
dengan apa apa yang bisa kita lakukan. Ketika kita membebani orangtua,
maka harga diri kita adalah membalas kebaikan mereka. Begitupun kepada
guru, teman, atau tetangga. Jangan sampai diri kita terhina karena
menjadi benalu dan peminta-minta yang hanya menyusahkan orang lain.
Kedua,
berani memulai. Hanya dengan keberanian orang bisa bangkit untuk
mandiri. Tidak pernah kita berada di atas tanpa terlebih dahulu memulai
dari bawah. Adalah mimpi menginginkan hidup sukses tanpa mau bersusah
payah terlebih dulu.
Sungguh,
dunia ini hanyalah milik para pemberani. Kesuksesan, kebahagiaan, dan
kehormatan sejati hanyalah milik pemberani. Orang pengecut tidak akan
pernah mendapatkan apa-apa karena ia melumpuhkan kekuatannya sendiri.
Kejarlah dunia ini dengan keberanian. Lawanlah ketakutan dengan
keberanian. Takut gelap, berjalanlah di tempat gelap. Takut berenang,
segeralah menceburkan diri ke air. Semakin kita mampu rnelawan rasa
takut, rasa malas, dan rasa tidak berdaya, maka akan semakin dekat pula
keberhasilan itu dengan diri kita. Memang, segala sesuatu ada resikonya.
Tapi inilah harga yang harus kita bayar dalam mengarungi hidup. Kalau kita tidak mau membayar harganya, kita pasti akan tersisih.
Ketiga,
nikmatilah proses. Segalanya tidak ada yang instan, semua membutuhkan
proses. Keterpurukan yang menimpa negeri kita, salah satu sebabnya
karena kita ingin segera mendapatkan hasil. Padahal, tidak mungkin ada
hasil tanpa memperjuangkannya terlebih dahulu.
Kita
harus mau belajar menikmati proses perjuangan, menikmati tetesan
keringat dan air mata. Dengan perjuangan nilai kehormatan yang
sesungguhnya bisa terwujud. Kitajangan terlalu memikirkan hasil. Tugas
kita adalah melakukan yang terbaik. Allah tidak akan memandang hasil yang kita raih, tapi la akan memandang kegigihan kita dalam berproses.
Kita
tidak tahu kapan negeri ini akan bangkit. Tetapi bagaimana pun kita
harus memulai dengan sesuatu. Ingatlah selalu kisah seorang kakek yang
dengan semangat menanam pohon kurma. Ketika ditanya untuk apa ia
melakukan semua itu, maka ia menjawab, "Bukankah kita makan kurma
sekarang karena jasa orang-orang yang sudah meninggal. Kenapa kita tidak
mewariskan sesuatu untuk generasi sesudah kita?".
Namun,
jangan sampai kegigihan dan kemandirian kita mendatangkan rasa ujub
akan kemampuan diri. Kemandirian yang sejati seharusnya membuat kita
tawadhu, rendah hati. Sertailah kegigihan kita untuk mandiri dengan
sikap tawadhu dan tawakal kepada Allah SWT.
Jadi,
kemandirian bukan untuk berbangga diri, tapi harus membuat kita lebih
memiliki harga diri, bisa berprestasi, dan tidak membuat kita tinggi
hati. Wallahua'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar